Bandung, JB — Warga Bandung sedang cari pengganti sementara untuk ‘si Mbak’ atau Asisten Rumah Tangga (ART) yang sudah mudik? Sewa jasa ART infal bisa jadi salah satu solusinya.
Di Kota Bandung cukup banyak lembaga yang menyediakan jasa tersebut. Salah satunya Yayasan Sosial Cakra Buana Lestari yang dikelola Sudirjo atau juga dikenal dengan nama Sudirman oleh para pelanggannya.
Yayasan yang berlokasi di Jalan Babakan Sari III No.104 ini telah beroperasi sejak 2009. Sudirjo mengaku, banyak perubahan yang ia alami dalam mengelola jasa ART infal, terutama setelah pandemi menyerang.
“Musim Lebaran sebelum pandemi itu bisa sampai 40 orang yang kita salurkan bekerja. Kalau sekarang sepi pemesan, yang baru masuk paling 10 orang. Apalagi karena pandemi, kita juga takut, tidak mau terlalu ambil risiko,” ungkap Sudirjo saat kami temui di rumahnya pada Kamis, (28/04/2022).
Dulu, sebelum pandemi, Sudirjo menceritakan jika para pekerja masih bisa ditampung terlebih dahulu sembari mendapat beberapa pelatihan. Sedangkan sekarang, tak ada ‘stok’ pekerja, sehingga harus dicari dulu di kampung, setelah itu baru bisa disalurkan.
“Kalau ada pesanan, baru kami carikan. Biasanya mereka kirim foto dan KTP dulu. Nanti kami langsung kirimkan ke pihak konsumen. Biasanya kami ambil dari Tasik, Pangandaran, Brebes, dan Kebumen,” tuturnya.
Untuk cara pemesanannya bisa lewat telepon atau langsung ke lokasi yayasan. Selama ini Sudirjo tak pernah mengiklankan jasanya, biasanya hanya dari mulut ke mulut.
“Kalau biaya administrasi pengambilan infal, kami tidak ambil tinggi-tinggi. Paling mahal Rp1,3 juta untuk jasa ART yang biasa dengan garansi dua bulan. Jadi, kalau tidak cocok, bisa ganti ART. Kalau infal, cuma Rp600 ribu-Rp700 ribu,” jelasnya.
Untuk para ART infal Lebaran tahun ini, sebelum kerja, mereka juga dicek soal vaksinasinya. Para pekerja juga dites antigen atau PCR.
“Tapi ini tidak masuk dari biaya administrasi. Biayanya ditanggung oleh pihak konsumen. Ada wawancaranya juga dengan pihak konsumen. Jadi tidak langsung main kirim orang aja. Kalau cocok, baru kami salurkan,” papar Sudirjo.
Untuk kriterianya, Sudirjo mengaku, tak ada permintaan yang muluk-muluk dari para konsumen. Mereka kebanyakan ingin ART yang betah bekerja dan jujur.
“Terpenting jujur, niat kerja, dan betah. Dulu para ART itu bisa bertahan untuk pulang sekali setahun saja. Tapi kalau sekarang, boro-boro. Malah cuma dua bulan kerja, sudah mau pulang,” imbuhnya.
Seperti Sudirjo, pemilik Yayasan Kasih Bunda, Yanto juga membagikan kisahnya dalam mengelola jasa ART infal. Meski sama-sama sepi, bedanya Yanto memiliki kesulitan dalam mencari pekerja ART di kampung. Padahal pesanan ART infal cukup banyak
“Tapi kami tidak berani menjanjikan. Soalnya sekarang juga susah cari orang di kampung yang mau kerja jadi ART infal. Jadi kami selalu bilang, belum ada stok, begitu,” ucap Yanto.
Sudah lebih dari 10 tahun ia dan istrinya mengelola yayasan yang beralamat di Jalan Cicalengka I No. 19, Antapani. Sebelum Covid-19 melanda, ia bisa menyalurkan tenaga ART sebanyak 500 orang.
“Tapi di masa pandemi, cuma 15-20 orang saja yang bekerja. Dulu, kita bisa tampung dulu para pekerja di sini, tapi sekarang tidak boleh. Bisa kena tegur RT nanti,” katanya.
Sedikit berbeda dengan Sudirjo, skema pengelolaan ART infal yang Yanto kelola dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1,5 juta. Biaya ini bisa dibayarkan setelah satu minggu ART bekerja.
“Biaya administrasinya dibayar setelah satu minggu jika kedua belah pihak cocok. Tapi, kalau ternyata tidak jadi, biaya administrasi tak perlu dibayar. Cukup hanya bayar gaji ART saja sesuai jumlah hari kerjanya,” jelasnya.
Tenaga kerja yang biasa Yanto peroleh berasal dari Tasik, Kudus, dan beberapa dari luar Pulau Jawa juga.
Selain kedua yayasan ini, masih banyak yayasan lainnya di Kota Bandung yang menyediakan jasa ART infal. Di antaranya, Yayasan Bakti Jaya di Jalan H. Mukti No. 57 F, Sariwangi.
Lalu, Yayasan Sosial Widiya Rejeki Tama di Jalan Babakan Sari III No. 59. Kemudian, Yayasan Dua Putra Abadi di Jalan Jatinegara No. 181 Kebonwaru. ***