Bandung, JB -||- Di era sekarang, kolaborasi nyatanya jauh lebih bisa menyelesaikan permasalah dibandingkan kompetitif. Daripada berkutat sendiri mencari jalan keluar, Lurah Sukamiskin, Farida Agustin ‘memanjangkan tangannya’, mencari relasi yang tepat untuk ia ajak kolaborasi selesaikan permasalahan di Kelurahan Sukamiskin.
Dari sanalah, lahir SiDesi, Selir, Korea dan program inovasi lainnya yang ternyata efektif untuk mengurai beragam permasalahan sosial di tengah masyarakat Sukamiskin.
Ia dan timnya menghimpun semua masalah yang terjadi di Sukamiskin. Lalu diselesaikan secara bertahap. Mulai dari permasalahan sampah, stunting, UMKM, dan indeks kepuasan masyarakat (IKM)
“Kami menyadari seluruh permasalahan ini tidak bisa diselesaikan sendiri. Oleh karena itu, kami betul-betul memanfaatkan kolaborasi pentahelix,” ujar Farida saat melakukan ekspo di hadapan Tim Penilai Klarifikasi Lapangan Lomba Kelurahan Tingkat Nasional, Jumat (14/07/2023) di kantor Kelurahan Sukamiskin.
Dari kaborasi pentahelix, Kelurahan Sukamiskin mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui program PIPPK sebanyak lebih dari Rp2 miliar.
Tak hanya itu, bantuan CSR pun mengalir untuk wilayahnya. Dari PT. KAI pernah memberikan Rp93 juta. Ada juga dari Persib untuk pembangunan Taman Air. Lalu, dari Bank Indonesia untuk bantuan Budikdamber dan 50 tower garden.
“Karena pemerintah yang berhasil adalah pemerintah yang dapat menyelesaikan masalah dengan pemberdayaan masyarakat,” ucapnya.
Ia dan masyarakat Sukamiskin juga mencoba untuk mengubah sampah dari rujit (jijik) jadi duit. Ada beberapa RW yang berhasil memperoleh uang dari hasil mengolah sampah melalui program Kang Pisman. Sudah ada 14 RW yang aktif dan rutin melakukan Kang Pisman di sini.
Dalam pengolahan Kang Pisman di Kelurahan Sukamiskin menganut konsep waste to food, sehingga sampah yang ada bisa bermanfaat bagi warga. Dari sampah organik dijadikan pakan ternak, sampai sampah anorganik yang dapat bernilai ekonomi.
“Misalnya pengolahan sampah di RW 01, tiap bulan mereka bisa mendapatkan Rp2 juta-Rp3 juta dari hasil sampah anorganik. Sedangkan sampah organik akan menjadi paka maggot. Maggot ini dijual dan hasil perbulannya mencapai Rp5 juta-Rp6 juta per bulan,” papar Farida.
Selain itu, dalam pengendalian stunting, masyarakat Sukamiskin juga melakukan beberapa inovasi. Di antaranya Selir (sehari lima ratus), Samping (sampah untuk stunting), Lele Budikdamber, Korea (Kolam retensi air), Buruan Sae, dan Bang Kasep (Bangga kagungan septic tank).
“Alhamdulillah stunting di sini menurun dari yang sebelumnya 202 anak pada tahun 2021, turun menjadi 94 anak di tahun 2022. Ini juga berdampak pada IKM yang meningkat dari 83 persen menjadi 84 persen,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan program SiDesi (Sukamiskin delivery service) yang merupakan pelayanan kepada masyarakat.
“Jadi masyarakat tidak mesti ke kantor. Tapi SiDesi yang langsung datang ke masyarakat,” akunya.
Beragam inovasi ini mendapat tanggapan yang sangat positif dari Ketua Tim Penilai Klarifikasi Lapangan, Nana Wahyudi.
Ia mengatakan, di regional II Jawa Bali, dari 2.867 kelurahan, pada tahap I Kelurahan Sukamiskin berhasil masuk. Sedangkan tim penilai hanya mengambil 5 kota/kabupaten saja.
“Bangga sekali saya melihat Sukamiskin di posisi saat ini. Kalau masuk ke tahap berikutnya, akan ada pemaparan yang harus dijelaskan dalam 20 menit,” kata Nana.
Ia mengapresiasi model pentahelix yang bisa menjawab beragam permasalahan di Sukamiskin. Bahkan, banyak hal yang bisa diambil khususnya untuk teman-teman penilai.
“Namun, kita coba seobjektif mungkin. Oleh karena itu dari sisi evaluasi dan perkembangan tingkat kelurahan, kita hanya mengecek kebenaran, kelengkapan, apa yang sudah dilakukan di kelurahan ini,” tuturnya.
Misalnya seperti stunting. Timnya akan melihat seberapa besar usaha pihak kewilayahan untuk menurunkan hal tersebut.
“Kita melihat upaya yang sudah dilakukan dalam menurunkan hal tersebut. Lalu naskah kerja sama diambil. Dikorelasikan dengan perda yang ada. Karena ini kan awalnya berangkat dari kolaborasi pentahelix,” jelasnya.
Sementara itu, Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna berharap, kehadiran tim penilai bisa memberikan semangat dan memicu pemerintah daerah untuk terus mengembangkan kualitas tata kelola pemerintahan.
“Semangat ini harus mengalir terus baik di tataran kelurahan sampai ke kami di pemerintahan Kota Bandung. Berbagai program yang sudah ada di RKPD tahunan dalam DPA secara berjenjang akan dijalankan dalam level-level institusi,” kata Ema. *red