BANDUNG, journalbroadcast.co — Penyelesaian permasalahan sampah di Kota Bandung harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk juga di Tempat Ibadah. Salah satu tempat ibadah yang telah melaksanakan pengelolaan sampah yaitu Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB).
Masjid ini memiliki Tim Salman Ramah Lingkungan atau dikenal dengan Salman Environment Rangers (Savior).
Ketua Savior, Lulu Nailufaaz mengatakan, pengelolaan sampah di Masjid Salman ITB diawali dengan edukasi dan pembiasaan jemaah untuk mengurangi sampah sebanyak mungkin dan mulai memilah sampahnya. Tempat sampah terpilah yang dikelola bertujuan untuk mewujudkan Salman Ramah Lingkungan.
“Kami mendorong karyawan termasuk jemaah untuk bisa membawa tempat makan dan minum sendiri. Namun apabila terpaksa menghasilkan sampah maka kita dorong untuk dapat memilah sampahnya sendiri,” katanya kepada Humas Kota Bandung.
Ia mengungkapkan, tempat sampah terpilah sudah ada sejak 2017. Tetapi pengelolaannya sempat terhenti di masa pandemi. Kemudian di awal 2022, komunitas Savior terbentuk guna mengelola sampah dengan tempat sampah terpilah.
Tempat Sampah ini terbagi menjadi lima tempat untuk lima jenis sampah yang berbeda, yaitu :
- Tempat Sampah dengan stiker orange yang akan disalurkan ke Bank Sampah terdiri dari sampah botol, box plastik, kaleng, kaca dan botol plastik.
- Tempat Sampah dengan stiker biru khusus kertas terdiri dari sampah kertas, tetra pak, kardus, Koran dan duplex
- Tempat Sampah dengan stiker merah terdiri dari sampah bungkus plastik.
- Tempat Sampah dengan stiker hijau dikelola untuk kompos tanaman terdiri dari sampah yang mudah membusuk, tisu kering, daun, tulang, susuk atau sumpit sisa makanan.
- Tempat Sampah dengan stiker hitam yang diangkut ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) terdiri dari sampah kertas nasi, tisu basah, karet, bungkus plastik yang tercampur bumbu basah.
Ia mengatakan, tujuan tempat sampah terpilah ini untuk mengelola sampah dengan baik sesuai jenisnya. Masjid Salman ITB juga ingin menunjukan bahwa pengelolaan sampah bisa dilakukan secara bersih asal dikelola dengan baik. Tempat sampah terpilah ditempatkan di tiga titik ramai Masjid Salman ITB.
“Kami bekerja sama dengan Bank Sampah Induk untuk mengelola sampah anorganik. Sehingga kelanjutannya dengan daur ulang melalui bank sampah,” katanya.
Sedangkan untuk sampah organik dikelola secara mandiri dengan metode komposting menggunakan 5 drum komposter yang diolah di lingkungan masjid. Dalam sehari, Savior dapat mengelola 20 kg sampah organik.
“Kalau jumlah sampah organik tidak tertampung, kami punya alternatif lain dengan menyiapkan lubang pengomposan. Hasilnya digunakan untuk penyuburan tanaman di area ITB atapun ke area lahan wakaf di Masjid Salman,” ujarnya.
Untuk yang Residu, kata Lulu, Savior tengah mengupayakan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengolahnya. Sehingga residu yang dihasilkan tidak dibawa ke TPA tapi diolah menjadi briket bahan bakar.
“Dengan siklus ini kami mendorong setinggi-tingginya agar tidak ada sampah yang dibawa ke TPA,” ungkapnya.
Lulu juga menyebut, pihaknya telah merekrut relawan. Yaitu melalui edukasi kepada jemaah untuk memilah mana yang organik, anorganik dan residu.
Selain itu ada pula program Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi). Para jemaah, kata Lulu, dapat menyedekahkan sampah yang mempunyai nilai jual berupa botol, kertas dan kaleng. Selain itu ada pula program Sedekah Sampah Elektronik.
“Masjid Salman ingin menjadi titik aksi gerakan dalam mengatasi permasalahan sampah salah satu yang dapat dilakukan dengan Gradasi,” ujar dia.
Ia berharap, Masjid Salman bisa menjadi contoh bagaimana nilai Islam mengenai membuang sampah pada tempatnya dan mengelolanya yang baik dapat juga diterapkan di masjid dan tempat ibadah lainnya.
“Harapannya apa yang dilakukan di Masjid Salman dapat dicontoh model-model baiknya di masjid lain dan tempat ibadah lainnya. Sehingga semua bisa bijak konsumsi dan bertanggung jawab dengan sisa konsumsinya,” katanya. *Red