BANDUNG, journalbroadcast.co — Potensi ekonomi zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di Jawa Barat dinilai mencapai angka fantastis hingga puluhan triliun rupiah. Namun, realisasi penghimpunan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat hingga saat ini baru menyentuh sekitar 6 persen dari total potensi yang ada.
Data tersebut disampaikan Wakil Ketua I Baznas Jawa Barat, Dr. H. Ijang Faisal, saat menjadi narasumber dalam Basa Basi Podcast yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) PWI Kota Bandung, Senin (22/12/2025).
Menurut Ijang, kesenjangan yang sangat besar antara potensi dan realisasi penghimpunan ZIS merupakan tantangan sekaligus peluang strategis untuk mengakselerasi zakat sebagai instrumen pembangunan sosial dan ekonomi yang efektif.
“Potensinya sangat besar, namun realisasi penghimpunan zakat oleh Baznas provinsi dan kabupaten/kota se-Jawa Barat baru sekitar Rp621 miliar dari potensi Rp30 triliun. Padahal, potensi tersebut bisa setara dengan APBD Jawa Barat,” ujar Ijang.
Legalitas Baznas dan Kepercayaan Publik
Ijang menegaskan, Baznas merupakan lembaga resmi nonstruktural yang berdiri di atas dasar hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, serta berada di bawah naungan Kementerian Agama.
Legalitas tersebut, kata dia, menjadi jaminan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana umat, yang membedakan Baznas dari lembaga pengelola dana sosial lainnya.
“Baznas adalah lembaga resmi negara. Kewajiban kami jelas, yakni menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah secara amanah dan profesional,” tegasnya.
Kemudahan dan Fleksibilitas Hak Salur Muzaki
Salah satu inovasi yang ditawarkan Baznas Jawa Barat adalah kemudahan layanan bagi para muzaki. Selain dapat menunaikan ZIS melalui berbagai kanal digital dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), Baznas juga memberikan hak salur.
Muzaki yang telah membayar zakat dapat mengajukan permohonan tertulis untuk menyalurkan zakatnya kepada pihak atau program tertentu di lingkungannya. Selanjutnya, Baznas akan melakukan verifikasi agar penyaluran tetap sesuai dengan ketentuan syariat.
“Prosesnya tetap tercatat dan akuntabel, sementara kebutuhan sosial di sekitar muzaki bisa terpenuhi. Bahkan, penyaluran dari Baznas bisa lebih besar dari nilai zakat yang dibayarkan,” jelas Ijang.
Literasi Jadi Kunci Peningkatan Penghimpunan
Ijang menilai, rendahnya realisasi penghimpunan zakat lebih disebabkan oleh masih terbatasnya literasi masyarakat. Banyak masyarakat yang telah berzakat, namun menyalurkannya secara mandiri sehingga tidak tercatat dalam data nasional.
Selain itu, paradigma bahwa zakat hanya bersifat konsumtif masih cukup dominan di tengah masyarakat.
“Zakat bukan hanya kewajiban hablumminallah, tetapi juga instrumen solusi sosial atau hablumminannas yang dapat memberdayakan,” katanya.
Penyaluran Zakat Konsumtif dan Produktif
Baznas Jawa Barat menyalurkan dana ZIS melalui dua pendekatan utama, yakni bantuan konsumtif dan zakat produktif.
Bantuan konsumtif difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar mustahik dan penanganan kondisi darurat, termasuk kebencanaan. Sementara zakat produktif diarahkan pada program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan.
“Target kami adalah mengubah mustahik menjadi muzaki,” ungkap Ijang.
Program zakat produktif tersebut meliputi bantuan modal usaha mikro, beasiswa pendidikan bagi keluarga kurang mampu, serta dukungan layanan kesehatan. Seluruh program diselaraskan dengan kebijakan dan peta jalan pengentasan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Zakat sebagai Kekuatan Pembangunan
Menutup paparannya, Ijang menegaskan bahwa zakat yang dikelola secara transparan dan akuntabel dapat menjadi kekuatan besar dalam mendukung pembangunan daerah.
“Jika APBN dan APBD adalah instrumen pembangunan negara, maka dana ZIS yang terhimpun di Baznas merupakan instrumen sosial yang sangat strategis untuk mengatasi kemiskinan,” pungkasnya. *red





















