BANDUNG, journalbroadcast.co — Untuk mengatasi persoalan sampah, Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, mengembangkan program Samber Ceu Pilah (Sampah Habis di Sumber, Cegah, Pilah, dan Olah).
Program ini digerakkan langsung oleh warga, khususnya di RW 01 hingga RW 11 Kelurahan Sarijadi, dengan fokus pada pemilahan dan pengolahan sampah sejak dari rumah.
Lurah Sarijadi, Evi Sjopiah Tusti, menjelaskan bahwa Samber Ceu Pilah dijalankan melalui sosialisasi masif kepada warga agar memilah sampah sesuai jenisnya serta mengolahnya secara mandiri di rumah atau bersama-sama di lingkungan RW.
“Bagi rumah warga yang sudah melaksanakan pemilahan sampah, kami tempelkan stiker Ceu Pilah sebagai tanda bahwa sampahnya sudah selesai di sumber,” jelas Evi.
Melalui pola tersebut, Kelurahan Sarijadi berhasil menekan pembuangan sampah ke TPS dan TPA, sekaligus mengubah sampah menjadi sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan ekologis.
Untuk sampah anorganik bernilai atau rongsok, warga menyedekahkannya kepada petugas sampah untuk kemudian didaur ulang. Jenis rongsok yang dikumpulkan antara lain duplex, arsip, dus, kaleng, emberan, besi, kabel, aro, beling, hingga daimatu.
Berdasarkan perhitungan, volume sampah anorganik bernilai mencapai sekitar 167 kilogram setiap dua hari. Sampah tersebut tidak lagi menjadi beban lingkungan, melainkan sumber penghasilan bagi petugas dan komunitas pengelola.
Sementara itu, sampah anorganik residu diolah menjadi biomassa dan dijual ke pabrik tekstil untuk dijadikan bahan bakar co-firing limbah batubara.
“Manfaatnya bukan hanya untuk warga, tetapi juga industri. Pabrik menjadi lebih efisien karena limbah batubara bisa dikurangi,” ujar Evi.
Setiap dua hari, pengelolaan sampah anorganik residu ini mencapai sekitar 289 hingga 300 kilogram, yang sebelumnya berpotensi menumpuk di TPS.
Potensi terbesar Samber Ceu Pilah justru berasal dari sampah organik berupa sisa makanan, tulang, duri, biji, cangkang, sisa nasi, dan sisa sayuran. Seluruhnya diolah menjadi MOL (Mikro Organisme Lokal), POC (Pupuk Organik Cair), serta kompos atau POP (Pupuk Organik Padat).
Manfaat MOL dan POC antara lain menghilangkan bau sampah, mempercepat proses pembusukan, serta menyuburkan tanaman, sayuran, buah, dan bunga. Adapun kompos atau POP dimanfaatkan sebagai media tanam dan pupuk organik.
Dalam dua hari, volume sampah organik yang diolah mencapai sekitar 240 hingga 300 kilogram. Hasilnya, warga mampu menanam kebutuhan pangan sendiri tanpa harus membeli sayuran, sekaligus mengembangkan TOGA (Tanaman Obat Keluarga).
“Ini bukan hanya soal sampah, tapi juga tentang ketahanan pangan masyarakat,” tambahnya.
Keberhasilan Samber Ceu Pilah tidak lepas dari peran aktif ibu-ibu PKK yang menjadi motor penggerak perubahan perilaku warga. Edukasi dilakukan secara berjenjang mulai dari kelurahan, RW, hingga RT, serta dipantau melalui laporan harian aktivitas pemilahan sampah.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengapresiasi pendekatan tersebut.
“Kalau sampah selesai di rumah, kota ini akan jauh lebih ringan bebannya. Dan yang paling konsisten menggerakkan perubahan itu memang ibu-ibu,” ujar Farhan.
Dengan pengurangan signifikan timbulan sampah, peningkatan ekonomi warga, serta kontribusi terhadap ketahanan pangan dan industri ramah lingkungan, Samber Ceu Pilah Sarijadi dinilai layak menjadi model pengelolaan sampah berbasis RW dan kelurahan di Kota Bandung.
Farhan pun mendorong agar praktik ini terus diperkuat dan direplikasi ke wilayah lain, sejalan dengan target Kota Bandung menuju kota yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. *red





















