Lembang, JB -||- Siswa SMAS Darul Hikam Internasional, Chaidar Nadif Prasetya menjadi siswa dari Indonesia yang mengikuti “Youth Space Camp Exchange 2022” di Pusat Antariksa & Roket di Huntsville, Alabama, Amerika Serikat. Chaidar bersama 26 siswa dari berbagai benua berkesempatan mengenal lebih dekat dunia antariksa dan serba-serbinya.
Salah satu hal paling berkesan bagi siswa kelas XII ini adalah ketika ia dan seluruh peserta menyimulasikan peluncuran roket.
Simulasi tersebut dinamakan Extended Duration Missions (EDM). Ia menjelaskan, EDM adalah simulasi peluncuran roket. Mulai dari mempersiapkan mesin roket hingga alih kendali. Simulasi tersebut bersakala 1:2, artinya para siswa merasakan setengahnya suasana yang dirasakan oleh astronaut NASA saat menerbangkan roket.
“Simulasinya sangat realistis. Dari situ bener-bener dites kemampuan komunikasi, problem solving. Itu paling susah dan paling berkesan. Bahkan, perasaan pas selesai misinya bener-bener melegakan,” ungkapnya saat ditemui di sekolah, Jln. Maribaya No. 8, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (24/01/2023).
Selain meluncurkan roket, siswa yang pernah menjadi ketua OSIS ini pun mendapat banyak pelajaran baru tentang dunia teknik antariksa. Mulai dari pengenalan tentang teknik aerospace, studi, dan praktik berbasis STEM (science, technology, engineering and math) hingga membuat project berkelanjutan.
Chaidar adalah 1 dari 5 siswa dari Asia yang mengikuti Youth Space Camp. Menariknya, selain Chaidar, siswa lainnya pun berasal dari Indonesia, yakni dari Kalimantan, Solo, dan Jakarta. Sedangkan satu siswa lainnya berasal dari Vietnam.
Di Luar Nalar dan Luar Biasa
Bagi siswa kelahiran 19 Juni 2005 ini, bisa mempelajari dunia antariksa di pusatnya menebalkan kecintaannya pada bidang ilmu tersebut. Bisa dibilang, semua yang ia pelajari di Space Camp itu “di luar nalar”. “Amazing, bisa dibilang kayak di luar nalar kalau kita (manusia) bisa membuat sesuatu yang bisa membuat kita keluar dari bumi. Perspektif aku bener-bener lebih terbuka,” tuturnya
Ia mencontohkan, peluncuran roket pada tahun 1990-an dilakukan dengan teknologi komputer yang kecanggihannya hanya 1 berbanding 1.000 dari handphone di zaman kiwari. “Dengan teknologi sesederhana itu kita bisa menerbangkan manusia ke bulan. Ini memberi perspektif bahwa teknologi itu selalu ada dan advance (berkembang),” ungkap siswa yang mengidolakan Elon Musk ini.
Dengan pengetahuan dan renjananya di bidang tersebut, buah hati pasangan Denny Prasetya dan Evi Apriani ini memantapkan diri untuk menekuni bidang teknik komputer dan aoerospace. Usai lulus, ia berencana melanjutkan pendidikan ke Universitas Kyoto dan memilih di antara kedua jurusan tersebut. ***