BANDUNG, journalbroadcast.co — Lahir dengan disabilitas netra, Hendra mampu membuktikan jika dirinya tetap bisa berkontribusi untuk sekitar. Sudah dua tahun ini Hendra menjadi guru Bahasa Indonesia di SMPN 4 Bandung.
Ditemui saat mengajar di kelasnya, Hendra memanfaatkan sejumlah fasilitas digital untuk mempermudah berkomunikasi dengan para siswa. Ada laptop dan handphone khusus yang ia gunakan.
“Saat ini statusnya masih sebagai guru honorer. Tahun ini saya daftar PPPK, sudah lolos administrasi. Semoga bisa keterima jadi ASN,” ujar Hendra.
Perjalanan Hendra bisa sampai ke titik ini bukan suatu hal yang mudah. Hendra merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ia lahir di Tasikmalaya 32 tahun yang lalu. Dari kecil, orang tuanya telah membawa Hendra untuk berobat ke sana ke mari.
“Tiap keluarga pasti ingin anaknya normal. Sehingga waktu itu sempat beberapa kali berobat, tapi ternyata Allah berkehendak saya tetap harus tuna netra,” ucapnya.
Akhirnya, ia pun sekolah di SLBN A Kota Bandung sampai SMP. Di sanalah ia merasa memiliki motivasi dan semangat baru untuk terus berjuang.
“Tadinya saya merasa sendiri, tidak punya teman. Tapi setelah bergabung di SLB, memotivasi saya untuk semangat berjuang khususnya di dunia pendidikan,” ungkapnya.
Setelah lulus, Hendra melanjutkan pendidikan ke SMAN 7 Bandung. Kemudian setelah lulus SMA, ia pun berkesempatan kuliah di UPI jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
“Alhamdulillah sekarang bisa bergabung jadi guru di SMPN 4 Bandung. Saya merupakan satu-satunya anggota keluarga yang memiliki disabilitas. Namun, saya juga satu-satunya di keluarga yang bisa sekolah sampai sarjana,” tutur Hendra.
Sebagai disabilitas netra, Hendra memiliki cita-cita untuk menggebrak wacana dan paradigma terhadap kaum disabilitas khususnya di Kota Bandung. Ia ingin agar para disabilitas bisa berdaya dan setara di tengah masyarakat inklusi.
“Beberapa tahun ke belakang, disabilitas itu kurang dipercayai. Namun, sekarang kami bisa diberikan kesempatan untuk berkontribusi di dunia masing-masing, seperti saya di dunia pendidikan,” jelasnya.
Paradigma zaman dulu, guru disabilitas hanya bisa mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK). Maka, Hendra sempat mengalami masa di mana ia kerap mendapatkan penolakan dari berbagai sekolah untuk mengajar.
“Dulu sempat melamar ke beberapa sekolah. Saya juga sudah berkali-kali ditolak jadi guru. Namun, alhamdulillah saya terus berjuang untuk door to door ke sekolah-sekolah, akhirnya bisa bergabung di SMPN 4 Bandung,” kenangnya.
Kesempatan yang diberikan kepsek ini akhirnya membuat Hendra bisa berkontribusi di SMPN 4 Bandung untuk membangun dunia pendidikan.
Di sinilah ia merasakan suka duka menjadi guru disabilitas netra. Awalnya Hendra kesulitan untuk berinteraksi dengan siswa. Namun, keterbatasan itu ia jadikan motivasi.
Baginya, orang normal mencari solusi bisa dengan melangkah, tapi kalau dirinya harus berlari. Walaupun harus lebih kerja keras lagi dalam menyiapkan materi. Tapi ia bersyukur bisa sampai di titik ini.
“Mungkin awalnya murid-murid di sini bingung. Biasanya yang masuk itu guru normal, tapi kok malah saya. Namun, seiring berjalan, semuanya mencair,” akunya.
Ia mengatakan, kesulitan untuk mencairkan suasana itu sebenarnya mudah dilalui dengan pendekatan humanis. Maka dari itu, Hendra mencoba mengenali tiap siswanya melalui suara mereka masing-masing.
“Saya mengajar di dua kelas yang totalnya 70 orang siswa. Bukan hanya mengenal berbagai macam suara, tapi juga karakter anak,” akunya.
Ia berharap, bukan hanya mampu mencetak siswa yang cerdas, tapi juga memiliki karakter kuat, mental baja, dan kecerdasan akhlak. Sebab menurutnya, jika siswa sudah memiliki kecerdasan akhlak, kecerdasan lainnya akan mengikuti.
“Dengan keterbatasan yang saya miliki, akan terus berjuang untuk mencerdaskan pikiran, akhlak, dan membangun karakter anak bangsa,” terangnya.
Salah satu murid di Kelas 9J SMPN 4 Bandung, Hafiz mengaku senang diajar oleh Hendra. Biasanya tugas yang diberi Hendra dalam bentuk PDF atau word.
Baginya, Hendra merupakan guru yang kekinian karena bisa mengajar menggunakan digital. Sehingga mampu mengimbangi anak-anak dan sesuai dengan era terkini.
“Nanti setelah selesai, langsung dikirim ke Pak Hendra. Pak Hendra cepat sekali periksa tugas-tugas kami. Itu bikin aku jadi semangat buat bikin tugas,” ucap Hafiz.
Pendapat serupa juga disampaikan Kepala Sekolah SMPN 4 Bandung, Asep Nuryana. Meski sempat khawatir saat menerima Hendra sebagai guru, tapi ia yakin jika Hendra mampu memajukan murid-murid di SMPN 4 Bandung.
“Awalnya ada kekhawatiran, tapi setelah itu saya yakin Pak Hendra adalah sosok yang bisa menyamaratakan haknya, bisa mencerdaskan siswa-siswi di SMPN 4 Bandung,” ungkap Asep.
Ia menambahkan, Hendra bisa membuktikan jika mampu dan setara dengan guru lainnya. Sebab Hendra bukan hanya bisa mengajar, tapi juga punya talenta lain seperti dalam bidang seni, agama, dan bisa lebih banyak memberikan inspirasi bagi siswa.
“Beliau bisa membuktikan jika disabilitas mampu berkarya, menjadi seorang guru di sekolah umum. Dia mampu bersekolah di SMA umum dan kuliah di UPI. Ini membuktikan kerja keras atas upayanya yang tak pernah berputus asa,” katanya.
Asep mengakui, ini bukan perjuangan yang mudah buat Hendra. Sehingga, bagi dirinya, di Hari Pahlawan ini, Hendra merupakan salah satu sosok pahlawan yang telah memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan.
“Pak Hendra juga merupakan pahlawan pendidikan yang memberantas kebodohan dan pejuang keluarganya dalam mencari nafkah di tengah keterbatasannya,” imbuh Asep. *red