BANDUNG, journalbroadcast.co — Aliansi Nasabah Karya Remaja Indramayu (ANKRI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Senin (15/12/2025). Aksi tersebut menyoroti belum tuntasnya penyelesaian hak-hak nasabah Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja (BPR KR) Indramayu serta dugaan keterlibatan pihak eksternal dalam praktik kredit fiktif bernilai puluhan miliar rupiah.
Sejak pagi hari, ratusan massa ANKRI terlihat membawa spanduk, poster, dan pengeras suara. Mereka mendesak Kejati Jawa Barat agar melakukan penyelidikan secara menyeluruh, transparan, dan berkeadilan terhadap persoalan yang dinilai merugikan nasabah.
Koordinator Aksi ANKRI, Andika Prayoga, dalam orasinya menyampaikan bahwa penanganan kasus BPR KR Indramayu hingga kini belum memberikan kepastian hukum bagi para nasabah. Massa juga menyoroti dugaan adanya kredit fiktif senilai sekitar Rp25 miliar yang diduga melibatkan pihak eksternal berinisial HH alias “Upin-Ipin”.
Menurut ANKRI, HH merupakan pihak eksternal yang diduga memperoleh fasilitas kredit istimewa hingga mencapai Rp25 miliar dengan jaminan berupa satu unit sepeda motor dan satu unit rumah, yang nilainya dinilai jauh di bawah plafon kredit. Hingga aksi unjuk rasa berlangsung, HH disebut masih memiliki kewajiban pinjaman tersebut dan diduga belum menunjukkan itikad untuk menyelesaikannya.
Kondisi tersebut menambah keresahan dan kemarahan para nasabah lainnya, karena pihak yang diduga terlibat hingga kini masih bebas beraktivitas dan belum diproses secara hukum.
“Kami datang ke Kejati Jawa Barat untuk menuntut keadilan bagi nasabah. Penegakan hukum jangan berhenti pada internal saja, tetapi juga harus mengusut pihak eksternal yang diduga menikmati fasilitas kredit dengan jaminan yang tidak sebanding nilainya,” ujar Andika Prayoga dalam aksi tersebut.
Ia juga menyampaikan bahwa HH sempat diperiksa oleh pihak Kejati Jawa Barat. Namun, menurutnya, setelah adanya penyerahan uang senilai Rp3 miliar, proses penyelidikan diduga tidak berlanjut.
“Kami mempertanyakan uang Rp3 miliar tersebut, apakah itu cicilan pinjaman atau bentuk lain. Ini perlu kejelasan hukum,” tegasnya.
ANKRI menegaskan bahwa seluruh materi yang disampaikan dalam aksi merupakan aspirasi dan laporan dari para nasabah, serta hasil pengumpulan informasi organisasi yang perlu diuji dan ditindaklanjuti melalui proses hukum oleh aparat penegak hukum.
Aksi unjuk rasa yang melibatkan ratusan nasabah dan masyarakat ini mendapat perhatian media lokal dan regional. Hal tersebut lantaran kasus ini dinilai menyangkut keberlangsungan lembaga keuangan daerah, potensi kerugian negara, serta berdampak langsung terhadap kepercayaan dan hak-hak nasabah.
Dalam pernyataan lainnya, ANKRI menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk kontrol sosial dan upaya menuntut keadilan.
“Nasabah tidak boleh terus menjadi korban akibat persoalan yang berlarut-larut. Kami meminta Kejati Jawa Barat bertindak profesional, transparan, dan adil dalam mengusut kasus ini, termasuk memeriksa seluruh pihak yang diduga terlibat,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kejati Jawa Barat terkait tuntutan yang disampaikan massa aksi. ANKRI menyatakan akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut dan mempertimbangkan langkah lanjutan apabila tidak ada kejelasan hukum.
Sebagai penutup, ANKRI menyampaikan rencana akan menggelar aksi lanjutan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta.
“Jika Kejati Jawa Barat tidak mengindahkan tuntutan kami dan pihak eksternal tidak diusut, kami akan melakukan unjuk rasa lanjutan ke LPS di Jakarta,” pungkas Andika Prayoga. ***



















