Bewarajabar.com – Menjadi wanita saat ini sering kali mengalami batasan-batasan, seperti banyak yang menyatakan jika wanita hamil tidak bisa bekerja, padahal saat hamil“>ibu hamil bisa tetap produktif juga menjadi impian banyak ibu bekerja.
Karena dasarnya tergantung pada diri sendiri. Ada kalanya saat wanita sedang hamil, tubuh bisa diajak kerja sama, mondar-mandir ke sana ke mari pun tidak masalah, namun tidak jarang tubuh benar-benar perlu diistirahatkan.
Namun harus kamu tahu dan pahami mengenai hak–hak kita sebagai hamil“>ibu hamil yang bekerja. Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan konvensi International Labour Organization (ILO) telah mengatur hak–hak yang diberikan pada seluruh karyawan wanita.
Berikut aturannya yang telah dilansir dari Mommiesdaily.com.
Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan
UU No. 13 tahun 2013 Pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan. Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Meski realitanya, kebanyakan ibu mengambil cuti setelah melahirkan selama 3 bulan.
Hak Perlindungan Selama Masa Kehamilan
UU No. 13 tahun 2003 Pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa perusahaan dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.
Peraturan Lembur
Menurut pasal 76 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, perusahaan dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pihak perusahaan juga diwajibkan menyediakan angkutan antar jemput bagi pegawai wanita, baik yang sedang hamil ataupun tidak, bagi yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Hak Cuti Keguguran
Sama halnya dengan cuti melahirkan, tentu saat mengalami keguguran, Anda berhak untuk mendapatkan cuti, yaitu selama 1,5 bulan dengan disertai surat keterangan dokter kandungan. Hal ini terdapat dalam pasal 82 ayat 2 UU No. 13 tahun 2003.
Biaya Persalinan
UU No. 3 tahun 1992 juga mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja, yaitu perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000/bulan wajib mengikutsertakan karyawannya dalam program BPJS Kesehatan, di mana salah satu programnya adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang mencakup pemeriksaan dan biaya persalinan.
Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Khusus
Peraturan Menteri Tenaga Kerja pun mengatur tentang larangan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan menikah, hamil, atau melahirkan. Dalam konvensi ILO No. 183/2000 pasal 8 menyatakan bahwa sekembalinya ke tempat kerja, perusahaan dilarang melakukan diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang baru saja kembali setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya serta mendapatkan gaji yang sama dengan gaji yang diterima sebelum cuti melahirkan.
Pada dasarnya, wanita hamil sudah diperlakukan secara adil oleh negara. Namun memang, kenyataannya seringkali berbeda dengan peraturan yang diterapkan di tiap perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak di bidang kreatif dan produksi, yang jam kerjanya bukan office hour seperti pada umumnya. Karena itu, justru menjadi kewajiban buat para bumil untuk menginformasikan hal ini pada atasan dan memastikan bahwa hak–hak tersebut tetap berlaku selama kita bekerja.
Ingat juga akan posisi kita sebagai karyawan. Apabila sedang hamil, sebaiknya hindari pindah kerja dari perusahaan satu ke perusahaan lain, karena biasanya hak cuti melahirkan baru bisa diperoleh dengan waktu bekerja minimum 3 bulan.
Jadi, kalau si perusahaan baru tidak menerima kita sebagai karyawan, karena kita sedang hamil, jangan salahkan mereka. Selain itu, tidak ada salahnya menyampaikan rencana Anda ke depan. Apabila memang sudah bertekad untuk berhenti bekerja ketika si kecil lahir, sampaikan pada atasan sebelum due date.
Apapun yang terjadi, atasan Anda juga punya hak untuk tahu, sehingga ia bisa menyiapkan back up plan.
Sumber: mommiesdaily.com