Bandung, JB -||- Tim Penilai Kinerja Percepatan Penurunan Stunting Jabar mengapresiasi hasil kerja keras Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam menekan angka stunting. Dari yang sebelumnya berada di angka 26,4 persen turun sampai 7 persen menjadi 19,4 persen pada tahun 2022.
Ketua Tim Penilai Kinerja Percepatan Penurunan Stunting Jabar, Lufiandi mengaku sangat mengapresiasi beragam upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
“Kami sangat mengapresiasi hasil dari penurunan stunting di Kota Bandung. Sehingga tim penilai ingin tahu seberapa besar effort yang sudah dilakukan oleh seluruh stakeholder di Kota Bandung dalam upaya menurunkan stunting. Semoga bisa kita aplikasikan di tempat lain,” ujar Lufiandi, Selasa (04/07/2023).
Menanggapi hal tersebut, Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, penurunan stunting harus bisa terintervensi dengan inovasi yang ada di setiap organisasi perangkat daerah (OPD).
“Kolaborasi pentahelix adalah sebuah keniscayaan. Bukan hanya dari pemerintah, tapi kita juga mengajak unsur masyarakat lainnya. Bottom up mix dengan top down, agar capaian kinerja penurunan stunting, termasuk peran 17.000 kader posyandu,” jelas Ema.
Ia juga memaparkan, delapan aksi konvergensi yang telah dijalankan Pemkot Bandung dalam upaya menurunkan angka stunting.
Di antaranya berkaitan dengan hasil analisis situasi 2022, rencana kegiatan, komitmen rembuk stunting 2023, peraturan terkait stunting Kota Bandung, pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK), sistem manajemen daya stunting, pengukuran dan publikasi stunting, dan capaian indikator intervensi percepatan penurunan stunting tahun 2022.
“Tidak hanya domain dengan aspek kesehatan, tapi juga lingkungan hidup, pangan, sanitasi, dan sebagainya,” ujarnya.
Bahkan, untuk semakin melejitkan peran kolaborasi pentahelix, Pemkot Bandung juga sudah memiliki peraturan daerah yang mengatur mengenai CSR.
“Kita juga sudah punya bantuan pihak ketiga. Ini pun menjadi bagian ruang untuk pihak manapun memberikan daya dukung kontribusi terhadap upaya percepatan pembangunan di Kota Bandung termasuk dalam menurunkan angka stunting,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Pemkot Bandung juga telah meluncurkan aplikasi Bandung Emergency Application Support (BEAS). Lewat aplikasi ini, warga dan petugas mampu mendeteksi lokasi ambulans yang dibutuhkan.
“Kita bisa memberikan pelayanan kesehatan berbasis pada aplikasi. Polanya jemput bola karena itu lebih optimal. Sehingga masyarakat yang membutuhkan percepatan layanan bisa kita langsung kunjungi ke lokasi masyarakat,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DPPKB), Dewi Kaniasari menuturkan, dengan adanya kolaborasi, bukan hanya aspek kesehatan yang dibenahi, tapi juga di luar kesehatan.
“Seperti Baznas yang memberikan penyaluran daging segar dan budikdamber ke beberapa kepala keluarga. Lions Club juga memberikan kolaborasi berupa makanan penambah gizi untuk mencegah terjadinya stunting,” ucap Dewi.
Serupa dengan Dewi, Sekretaris Bappelitbang Kota Bandung, Agus Hidayat mengatakan, komitmen rembuk stunting Pemkot Bandung dilakukan dengan mengalokasikan anggaran PIPPK minimal 10 persen untuk kegiatan percepatan penurunan stunting. Serta mengalokasikan anggaran minimal 5 persen perangkat daerah pengampu urusan stunting.
“Sehingga angka perubahan kita cukup signifikan. Karena memang dari penganggaran dan komitmen yang cukup kuat dalam kolaborasi pentahelix, semua berperan untuk mencapai tujuan. Bahkan kita sudah mendapatkan Rp1,9 miliar dari CSR,” aku Agus.
Terkait peran PIPPK, Lurah Kujangsari, Yunika Wihastini menjelaskan, fungsi pendampingan keluarga dari TPK di setiap RW adalah untuk mencegah terjadinya stunting. Pendamping dilakukan kepada catin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
“Pihak dari kelurahan yang menjadi pendamping keluarga adalah kader PKK, puskesmas, posyandu, dan pos KB. Tiap RW ada 1 TPK. Mereka tugasnya berkeliling ke rumah untuk pendampingan ke ibu hamil, calon pengantin, bayi datang langsung door to door ke keluarga yang berisiko stunting. Ini juga menjadi efektif karena bisa memacu warga untuk sadar penanganan stunting,” ujar Yunika. *red