Bewarajabar.com – Seperti yang kita ketahui, pemerintah sudah resmi melaksanakan vaksinasi dosis ke tiga atau booster mulai Rabu (12/1/2022).
Terdapat lima jenis vaksin yang digunakan sebagai booster, yaitu CoronaVac/Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax.
Dalam memilih booster vaksin, penting untuk mengetahui kategori vaksin sebelum melakukan vaksinasi.
Masyarakat pun harus mengetahui pengkategorian jenis vaksin sebagai homolog, heterolog, atau bisa keduanya.
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (13/1/2022), Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander Ginting menjelaskan mengenai mekanisme pemilihan vaksin booster.
Vaksin homolog Homolog sendiri berarti jenis vaksin primer atau vaksin dosis lengkap di awal sama dengan jenis vaksin booster.
“Homolog itu vaksin 1 dan vaksin 2 sejenis. Misalnya Sinovac, Sinovac, dan boosternya Sinovac (CoronaVac),” ujar Alex.
Adapun jenis vaksin yang termasuk homolog yakni Sinovac, Moderna, dan Pzifer. Sedangkan, untuk kategori heterolog yakni vaksin 1 dan vaksin 2 sejenis, tetapi boosternya bisa berbeda jenis vaksin.
“Heterolog itu contohnya Sinovac, Sinovac, dan boosternya Moderna,” lanjut dia.
Alex menambahkan, untuk mereka yang berusia di atas 18 tahun menggunakan booster heterolog. Selain itu, vaksinasi booster ini diperuntukkan untuk usia 18 tahun ke atas dan minimal 6 bulan setelah dapatkan vaksin primer dosis lengkap. Besaran dosis yang diterima akan disesuaikan dengan rekomendasi yang sudah diberikan Badan POM.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mereka yang sudah menerima vaksin Sinovac lengkap, maka bisa menggunakan setengah dosis booster AstraZeneca atau setengah dosis Pfizer.
“Pakai AstraZeneca atau Pfizer tergantung ketersediaan vaksin yang ada,” ujar Nadia.
Sementara bagi mereka yang sudah menerima vaksin AstraZeneca lengkap, maka bisa menggunakan booster setengah dosis Moderna.
“Kalau awalnya AstraZeneca, maka diberikan (booster) setengah dosis Moderna,” ujar Nadia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, kombinasi awal vaksin booster nantinya bisa berkembang tergantung kepada hasil riset baru yang masuk dan juga ketersediaan vaksin yang ada. Adapun kombinasi vaksin booster ini sudah sesuai dengan pertimbangan para peneliti BPOM maupun ITAGI.
Panduan pemberian booster menurut rekomendasi BPOM Dilansir dari situs resmi BPOM, dijelaskan mengenai mekanisme pemberian vaksin booster, sebagai berikut:
Sinovac Vaksin booster diberikan sebanyak 1 dosis minimal setelah 6 bulan vaksinasi lengkap Diberikan pada usia 18 tahun ke atas Peningkatan titer antibodi netralisasi hingga 21-35 kali setelah 28 hari pemberian booster/dosis lanjutan pada subjek dewasa.
Pfizer Vaksin booster 1 dosis minimal setelah 6 bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap Diberikan pada usia 18 tahun ke atas, Peningkatan nilai titer antibodi netralisasi setelah 1 bulan pemberian booster/dosis lanjutan dibandingkan 28 hari setelah vaksinasi primer sebesar 3,29 kali.
AstraZeneca Vaksin booster dapat diberikan 1 dosis minimal setelah 6 bulan dari vaksinasi lengkap Diberikan pada usia 18 tahun ke atas, Peningkatan nilai titer antibodi IgG dari 1792 menjadi 3746.
Moderna Vaksin booster diberikan setengah dosis setelah 6 bulan dosis lengkap Diberikan pada usia 18 tahun ke atas. Kenaikan respons imun antibodi netralisasi sebesar 12,99 kali setelah pemberian dosis booster homolog vaksin Moderna.
Zifivax Vaksin booster diberikan 1 dosis setelah 6 bulan dosis lengkap vaksinasi primer (Sinovac atau Sinopharm). Diberikan untuk usia 18 tahun ke atas Peningkatan titer antibodi netralisasi lebih dari 30 kali pada subjek yang telah mendapatkan dosis primer Sinovac atau Sinopharm.
Hasil evaluasi dari aspek keamanan kelima vaksin booster/dosis lanjutan tersebut menunjukan bahwa frekuensi, jenis, dan keparahan dari Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dilaporkan setelah pemberian booster umumnya bersifat ringan dan sedang.