Bandung, JB -||- Untuk menekan angka inflasi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung merencanakan beragam strategi yang bersifat direct effect kepada masyarakat.
Salah satunya dengan akan menggelar kegiatan padat karya oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM).
Selain itu, Pemkot Bandung juga berencana menggulirkan bantuan modal untuk 4.449 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bantuan yang akan diberikan sebesar Rp450.000 per UMKM.
Hal ini disampaikan Ketua Harian Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna saat rapat koordinasi di Balai Kota Bandung, Kamis 12 Januari 2023.
“Upaya Pemkot Bandung dalam menekan inflasi adalah dengan mengutamakan kegiatan yang sifatnya direct effect kepada masyarakat, seperti pasar murah dan bazzar murah. Apalagi menjelang Ramadan dan Idulfitri, kami pikir ini cukup strategis dalam meningkatkan daya mampu ekonomi masyarakat,” ujar Ema.
Perlu diketahui, tahun lalu Pemkot Bandung juga menggelar padat karya melalui beberapa kegiatan selama 10 hari. Salah satunya bersih-bersih lingkungan sekitar.
Tiap orang memperoleh upah Rp133.000 per hari. Sehingga selama 10 hari, satu orang bisa mendapatkan upah sebanyak Rp1 juta lebih.
“Di samping itu, ada beberapa hal yang akan tetap kita lakukan, di antaranya pemantauan harga agar tetap terkendali, jaminan ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi, sehingga kelangkaan bisa kita kendalikan,” paparnya.
Ia menambahkan, hal ini dilakukan karena Kota Bandung merupakan wilayah yang paling tinggi andil inflasinya di Jawa Barat.
Salah satu penyebabnya harga telur dan daging ayam yang naik jelang Natal dan Tahun Baru 2023. Termasuk juga harga daging sapi yang menjadi salah satu faktor lonjakan inflasi di Kota Bandung.
Ema menilai, jika melihat kinerja dari inflasi yang ada di Kota Bandung berkaitan dengan masalah ketahanan pangan ini secara umum relatif bisa terkendali.
Meski begitu Ema mengakui akan ada tantangan pada inflasi 2023. Salah satunya panen raya padi dan cabai yang tertunda.
“Apalagi Kota Bandung sangat tergantung kepada yang dihasilkan daerah sekitar. Sebab Kota Bandung merupakan daerah kolektif distributor terhadap kebutuhan pokok yang bisa berpengaruh terhadap inflasi yang terjadi,” imbuhnya.
Sementara itu, Asisten Daerah (Asda) Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar, Taufiq Budi Santoso menjelaskan, inflasi Jabar selama tahun 2022 mencapai 6,04 persen. Ini merupakan inflasi tahunan tertinggi selama delapan tahun terakhir.
Terdapat tujuh kota/kabupaten di Jabar yang memiliki inflasi tertinggi pada Desember 2022 di antaranya Kota Tasikmalaya 0,53 persen, Kota Depok (0,32 persen), Kota Bekasi (0,46 persen), Kota Cirebon (0,35 persen). Kemudian Kota Bandung (2,04 persen), Kota Sukabumi (0,50 persen) dan terakhir Kota Bogor (0,49 persen).
“Pada Desember, terjadi inflasi sebesar 0,74 persen. Tiga komoditas yang memberikan andil cukup tinggi adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tarif air minum,” jelasnya.
Maka dari itu, ia mengatakan ada beberapa upaya pengendalian inflasi agregat kerja sama pusat dengan daerah antara lain pengendalian pasokan, subsidi transportasi, operasi pasar, gerakan masyarakat seperti Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen.
“Tak hanya itu, aplikasi Sistem Informasi Pengendalian Inflasi Daerah (Silinda) Jawa Barat telah berintegrasi dengan Aplikasi Real Time Berbagi Informasi (Arimbi) Kota Bandung untuk menampilkan informasi secara real time dari sumber data,” tuturnya.
Ia juga memaparkan, terdapat enam langkah kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yakni operasi pasar murah, sidak pasar dan distributor agar tidak menahan barang, kerjasama dengan daerah penghasil komoditas untuk kelancaran pasokan, gerakan masyarakat menanam, merealisasikan belanja tidak terduga, dan dukungan transportasi dari APBD. ***