Bandung, JB — Untuk mewujudkan koordinasi dan kerja sama pelaksanaan kegiatan statistik antara Badan Pusat Statistik (BPS), instansi pemerintahan, dan masyarakat di Kota Bandung, BPS Kota Bandung akan mendata registrasi sosial ekonomi (regsosek) mulai dari Oktober-Desember 2022.
Hal ini disampaikan Kepala BPS Kota Bandung, Aris Budiyanto saat berdiskusi bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung di Balai Kota, Jumat, (16/09/2022).
“Tujuan regsosek ini sebagai upaya kita mendorong percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, integrasi program, dan membangun satu pusat rujukan informasi. Targetnya 100 persen penduduk Kota Bandung akan disensus,” ujar Aris.
Harapannya, melalui pendataan ini bantuan sosial sebagai bagian dari perlindungan sosial bisa disalurkan tepat sasaran pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Seluruh data masyarakat yang mendapat bantuan sosial seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), kesehatan, dan UMKM ada dalam regsosek.
“Setelah dikumpulkan dan diolah BPS, datanya akan keluar di 2023 dan bisa digunakan di semester kedua tahun 2023,” ucapnya.
Rencananya, sebanyak 3.944 petugas direkrut untuk mendata 10.000 rukun tetangga. Kemudian, salah satu proses yang akan dijalankan adalah geotagging. Terutama pada masyarakat yang terdata miskin ekstrem.
“Konsep penduduk dalam BPS adalah seseorang yang tinggal di suatu wilayah minimal 1 tahun atau kurang dari 1 tahun, tapi punya niat untuk tinggal 1 tahun. Tidak termasuk penduduk yang pulang pergi dari luar Kota Bandung ke Kota Bandung,” jelasnya.
Salah satu teknik yang digunakan adalah proximi test. Setiap penduduk nantinya akan diperingkatkan. Pendapatan dan pengeluarannya akan menjadi referensi untuk pemeringkatannya.
“Jika penghasilan penduduknya di bawah Rp418.654 per bulan, maka masuk dalan kategori penduduk miskin ekstrem. Jadi, bukan hanya 14 indikator saja yang kita gunakan,” paparnya.
Untuk menyinergikan seluruh data, pada 21 September mendatang BPS akan melakukan rapat koordinasi bersama seluruh dinas dan kecamatan untuk sosialisasi terkait regsosek.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna menegaskan, perlu adanya spesifikasi sasaran penduduk yaang akan didata. Sehingga meminimalisasi kesalahan data penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung.
“Jangan sampai ada salah pemahaman mengenai definisi dari penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung. Bisa dibayangkan nanti, kualifikasinya harus benar-benar ajeg. Jangan sampai ada yang tadinya tidak terdaftar, malah jadi ada,” ungkap Ema.
Ia juga berharap, data BPS bisa menjadi acuan bersama yang digunakan Pemkot Bandung dalam mengambil kebijakan strategis. Oleh karena itu, penting untuk menyelaraskan data BPS dengan data eksisting yang dimiliki para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) saat ini.
“Pendataan penduduk dalam konteks lingkup sosial ekonomi ini merupakan langkah yang sangat strategis, tapi harus sangat berhati-hati untuk kita selaraskan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, Soni Bakhtiyar menilai, jika pendataan penduduk miskin ekstrem ini selesai, kemungkinan angka kemiskinan di Kota Bandung akan menurun.
Sehingga, pemerintah pusat akan memberikan perlindungan jaminan sosial ini hanya kepada warga miskin esktrem yang selama ini berada dalam desil 1.
“Dengan begitu, data DTKS yang sejumlah 319.000 akan dibersihkan yang berada di desil 2-4. Sehingga muncul angka kemiskinan di Kota Bandung yang akan dipublikasikan angka miskin esktremnya saja,” kata Soni.
Namun menurutnya, perlu adanya indikator atau alat ukur yang lebih mengerucut dalam menentukan apakah warga tersebut masuk dalam kategori miskin ekstrem atau tidak.
Ditemui di tempat yang sama, Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB), Dewi Kaniasari mengaku juga tengah mendata keluarga sampai tingkat RT.
Sebanyak 2.146 orang kader pendata diturunkan di tahun ini dengan proses yang sama yakni geotagging. Pendataan ini dilakukan dari 1 September – 31 Oktober.
“Beberapa indikator yang didata itu pembangunan keluarga dan sosek. Ada 55 variabel yang didata. Target untuk tahun sekarang 314.259 KK yang akan didata,” tutur Dewi
“Tiap 1 orang kader mendata 150 KK. Mungkin ada data yang berarsiran dengan BPS, bisa kita selaraskan,” lanjutnya. *red