Bandung, JB -||- MIRIS, Dedeh salah seorang ahli waris Nata Entjih (juragan tanah) pada masanya, kini hidupnya malah merana dan nyaris tak memiliki apa pun peninggalan dari orang tuanya.
Bagaimana tidak, tanah peninggalan orang tuanya seluas kurang lebih 1000 m yang lokasinya di dalam benteng Perumahan Permata Ayu, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung lambat laun mulai terkikis karena dijual secara bertahap. Seluas 1.500 meter dijual ke Ading, kemudian 800 m dijual ke Omat ( Mantu) Sedangkan yang 1.500 m dan 800 m, sudah dibeli oleh Pengembeng. Sementara sisanya sekitar 1000 meter dan berlokasi di tengah tengah sampai sekarang belum dijual dan berdasarkan catatan di Kecamatan masih atas nama Nata Entjih berupa tanah adat.
Selain itu, rumah tinggal yang dulu ditempati Nata dan Entjih beserta para ahli warisnya hingga saat ini. Rumah dan tanah seluas 15 tumbak tersebut terletak di belakang benteng perumahan Permata Ayu ini tak bisa dinikmati oleh ahli waris, karena yang 12,5 sudah dijual sisanya 2,5 tumbak.
Padahal riwayat rumah tersebut pernah ditempati oleh ahli waris Nata Entjih yaitu Dedeh dan suaminya, Pendi. Bahkan selama kurang lebih 15 tahun mereka hidup berdampingan dengan Nata dan Entjih. Keduanya bisa mengarungi bahtera rumah tangga pun atas jasa Nata dan Entjih yang menikahkanya. Namun tak disangka dan tak diduga kalau akhirnya penerus keluarga Nata Entih ini kini hidupnya terlunta-lunta dan harus hidup dari belaskasih orang lain.
Menurut keterangan Pendi, kisah pilu yang dialami ia dan isterinya itu berawal, ketika salah seorang penjaga Kator Dinas Sosial bernama Yous Yosep, memohon ke Bah Nata, agar diizinkan untuk membangun rumah yang berdampingan dengan Kantor Dinas Sosial, sekitar tahun 1978.
Namun tak selang berapa lama Bah Nata dan Entjih pun akhirnya wafat. Nenek Entjih wafat tahun 1990 dan selang tiga tahun kemudian tepatnya tahun 1993 Bah Nata pun wafat.
Tahun 1997, ada proyek Ayudikasi, Yous Yosep minta tanda tangan akan membikin Sertifikat Ajudikasi. Oleh Ahliwaris ditolak karena tanah yang dihuni tidak pernah dijual.
“Tiba tiba tahun 1999, ada kabar bahwa tanah yang ditempati itu tau tau udah jadi Sertifikat Ajudikasi, diantaranya 1 Welli Harseno 141 m, 2 Yous Yosef 154 m, dan Lili Barli Sutisna 185 m,” jelasnya.
Mendengar tanah itu jadi 3 Sertipikat Ajudikasi, Pendi, mendapatkan kuasa dari para ahli waris tanggal 1 April 1999 yang terdiri dari, Enis (80) dan Ma’i (90) untuk mengurus tentang status tanah tersebut. Namun tak disangka justru sejak menerima mandat itulah menjadi awal mula bencana yang dialami keluarganya.
Saat itu Pendi memercayakan pengurusan surat tanah milik Nata Entjeh ini kepada Memet (pegawai Kelurahan), untuk membuat Warkah sekaligus membayar PBB nya. Namun hitung punya hitung ternyata biayanya tidak sedikit.
“Mula mula menjual perhiasan mas anak, karena tertarik dengan omongan Memet (alm) yang akan membantu. Kemudian percaya sama Pengacara dan Polisi untuk mengurus status tanah tersebut yang biayanya tidak sedikit,” Kemudian pinjam ke sana sini sampai menjual rumah dan tanah milik orang tua Pendi seluas 6 tumbak.
Surat tanah yang di Bandung Barat digadaikan sampai sekarang. Itu pun masih masih tetap kurang ahirnya tanah yang di Bandung Barat seluas 21 tumbak tanah seluas 5 tumbak dijual oleh Polisi,” imbuhnya.
Surat tanah ini pun sudah digadaikan. Dan yang lebih parah lagi, tanah seluas 5 tumbak yang dijual oleh polisi itu, kini pembelinya nuntut untuk segera disertipikatkan,”keluhnya.
Setelah harta habis hutang kesana kemari bingung, karena malu dan rumah tempat tinggal Nata Entjih juga yang lokasinya 30 meter dari benteng perumahan asalnya 15 tumbak sisa tinggal 2,5 tumbak lagi, ahirnya Pendi dan istrerinya pun terpaksa hijrah ke Cililin, Kab. Bandung Barat, sedangkan ahliwaris lainya masih tetap di babakan Ciparay.
“Seandainya di“sita oleh yang punya uang, kami harus pulang kemana di Bandung. Sementara tanah peninggalan orang tua dan rumah habis, hutang kesana kemari dan harus mengebalikan uang yang 5 tumbak yang di jual oleh Polisi,”paparnya. Setelah harta habis dan punya hutang keluar, yang mengurus pada meninggalkan, sedangkan tadinya mau mengurus samapai Sertipikat, jangankan jadi Sertipikar uang PBB juga ngak dibayarkan.
Untung masih ada orang yang sanggup menolong untuk mengurus warkah tanpa biaya sedikitpun, tepatnya bulan Juni 2006. Setelah di telusuri sampai Mediasi, ahirnya keluar Surat Jawaban Mediasi dari BPN, tanggal 7 April 2011, No. 314/13.32.73/IV-2011 yang di tanda tangan oleh Kepala BPN, A. Samad Soemargana. menerangkan bahwa Tanah Adat milik Nata Entjih Persil 15 a S 1 Kohir No 682, luasnya 1.000 m masih ada masih ada.
Setelah mendapat Hasil Mediasi semua persaratan beres, tiba tiba waktu mau mematok Gerbang Perumahan Permata Ayu karena Lokasi Nata Entjih adanya di dalam Benteng, datang Wawan kepercayaan dari Pengembang, mengatakan bahwa tanah Nata Entjih Persil 15 a S 1 Kohir No 682 luanya 1.000., m lokasinya di Kecamatan Babakan Ciparay telah jadi 4 Sertipikat.
Setelah di telusuri ternyata 3 Sertipikat Ajudikasi dan Sertipikat No 272, jumlahnya 1.825.m dan lokasinya di Kecamatan Bojongloa. Diantaranya Yous Yosef 154 m, dan Lili Barli Sutisna 185 m, kedua ini Surat Zegelnya Asli tertanggal sebelas Mei 1949 Persil 15 a S 1 Kohir Nomor 51, Surat Zegel ada di Kecamatan ( dalam Buku Tanah di Kecamatan Kohir 51 tidak ada) lokasinya di Kecamatan Bojongloa.
Welli Harseno 141 m, dan Sertipikat No 272, Persil 15 a S 1 Kohir No. 1879 menggunakan Surat Zegel Asli tertanggal 7 Nopember 1952, Persil 15 a S I Kohirnya kosong. Surat Zegel ada di BPN. ( Sertipikat No 272 dalam buku tanah Kohir 1879 mulik Uju Cs, lokasinya di Kecamatan Bojongloa.)
Sedangkan tanah Milik Nata Entjih Persil 15 a S 1 Kohir 682 lias 1.000 m, lokasinya di Kecamatan Babakan Ciparay, dan dalam Leter C sudah di legalisir dan dijelaskan bahwa Nomer Kohir 51dan 1879 bukan milik nata Encih. Coba perhatikan Gambar Situasi dibawah ini.
Tapi sampai sekarang tanah tersebut belum selesai padahal persaratan untuk Warkah sudah kumplit Surat Surat sudah selesai dihitung dari 1 Aprik 1999 sampai 2023 sudah 24 tahun,” ujarnya bingung seraya menuturkan kronologis pengurusan warkah yang hingga kini belum juga terealisasi padahal berkas sudah kumplit. ***