Bandung, JB — Upaya penanganan sampah di Kota Bandung menghasilkan sejumlah inovasi ciamik. Salah satunya dari RW 12 Kelurahan Maleer.
Intip bagaimana cara mereka mengolah sampah, yuk!
Humas Kota Bandung berkesempatan mengunjungi TPS-3R di RW 12 Kelurahan Maleer dan berbincang langsung dengan Lurah sekaligus Petugas Kebersihan di sini.
Lurah Maleer, Warsan menceritakan, RW 12 Kelurahan Maleer sudah mandiri mengolah sampah sejak dari rumah.
Ia menyebut, hal ini sudah berlangsung sejak 2019 atau ketika awal program Kang Pisman dari Pemkot Bandung digulirkan.
“Kami mendukung dan merespons TPS-3R ini dengan edukasi kepada warga. Hasilnya, angka lebih dari 80 persen warga di sini sudah memilah sampah sejak dari rumah,” ujar Warsan.
Kata Warsan, edukasi pemilihan sampah di sini dilakukan secara masif. Para warga dijelaskan soal kronologi pengolahan sampah mulai dari sampah itu muncul.
“Di tiap RW, kami beri sosialisasi lewat Dinas Lingkungan Hidup,” ujarnya.
Hasil edukasi tersebut mereduksi setidaknya 50 persen jumlah sampah di lokasi tersebut. Mulai dari sampah organik, non organik, juga sampah residu.
Ketiga jenis sampah ini diolah menjadi berbagai produk. Sampah organik diolah menjadi pupuk dan juga rumah bakteri, lalu sampah non organik dijual untuk diolah menjadi produk bernilai ekonomi.
Optimalisasi TPS-3R juga dimaksimalkan. Tiap dua hari, petugas kebersihan datang ke rumah warga untuk menjemput sampah.
Menariknya, para warga sudah menyerahkan sampah ke dalam 3 ember berbeda.
“Ini memudahkan kami untuk proses pengolahan sampah,” ujar Agus Iin selaku petugas kebersihan di TPS-3R RW 12 Kelurahan Maleer.
Ia berharap, ke depannya angka kesadaran memilah sampah khususnya di Kelurahan Maleer semakin meningkat.
Sebelumnya pada Jumat 8 Juli 2022, Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna meninjau 3 lokasi TPS-3R, antara lain di RW 01 Kelurahan Ciumbuleuit, RW 05 Kelurahan Panjunan dan RW 12 Kelurahan Maleer.
Ema menyebut, dari ketiga lokasi tersebut, TPS-3R RW 12 Kelurahan Maleer sudah menjalankan upaya pengolahan sampah secara maksimal.
Dikatakan demikian, sebab di wilayah ini, pola pikir masyarakat dalam mengelola sampah sudah jauh lebih baik. Misalnya seperti penerapan Kang Pisman, jadwal pengangkutan sampah, hingga pengelolaan sampah di TPS.
“Mindset, tindakan, dan perilaku masyarakat sudah sesuai apa yang kita harapkan. Kesadaran masyarakat untuk memilah sampah organik, anorganik, dan residu sudah dilakukan,” ujarnya.
Ema juga berharap, upaya pengolahan sampah ini bisa dilakukan secara masif di 1.568 RW yang ada di Kota Bandung alias dengan metode bola salju. Jika konsep ini berjalan, harapan menjadikan Bandung sebagai kota nol sampah bukan lagi mimpi semata.
“Sekarang zero waste digalakkan dari level RW. Bisa naik ke level kelurahan dan kecamatan. Bayangkan jika ini tercapai di level kecamatan, artinya masalah sampah di Kota Bandung selesai,” ucapnya. ***