BANDUNG, journalbroadcast.co — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru sebagai pengganti Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Pergantian ini dipicu oleh banyaknya pasal yang perlu diubah, sehingga lebih efektif membuat peraturan baru daripada sekadar merevisi.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung, Iman Lestariyono, mengungkapkan bahwa perubahan yang diperlukan mencapai lebih dari 50% dari total pasal.
“Awalnya ini perubahan. Kemungkinannya karena perubahan pasalnya lebih dari 50%, jadi pencabutan. Akhirnya buat Perda baru,” ujarnya melalui sambungan telepon WhatsApp, pada Selasa (11/11/2025).
Proses Penyusunan dan Materi Perubahan
Meski membuat Perda baru, Iman menegaskan bahwa pekerjaan akademis seperti Naskah Akademik (NA) tidak perlu dimulai dari nol.
“Ya pekerjaan akademisi kan sudah ada. Ya NA-nya sudah ada, karena perubahan-perubahan itu lebih kepada updating ke Permensosnya,” jelasnya.
Adapun materi perubahan krusial dalam Raperda baru ini terbagi dalam beberapa klaster:
- Penyesuaian dengan Payung Hukum Nasional: Banyak pasal akan diselaraskan dengan perkembangan terbaru Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) yang terbit antara 2015-2025.
“Sepanjang 2015-2025 itu 10 tahun banyak perubahan Permensos. Jadi sebetulnya walaupun 50% lebih perubahan, tetapi banyak yang memang penyesuaian sifatnya,” kata Iman.
- Penataan Kewenangan: Beberapa kewenangan yang sebelumnya diatur dalam Perda lama, seperti perizinan urunan berhadiah, kini bukan lagi kewenangan Kota Bandung. Raperda baru akan meramu klausul pengawasan tanpa melampaui kewenangan yang berlaku.
- Pergeseran Sanksi: Pansus mendorong agar sanksi lebih difokuskan pada denda administratif dan sanksi moral. Untuk sanksi pidana, akan diserahkan sepenuhnya kepada proses hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
“Kalau pidana kita serahin saja kepada proses hukum,” tegas Iman.
- Penguatan Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS): Peran LKS sebagai mitra strategis Pemkot akan dikuatkan. Fleksibilitas LKS dalam menyalurkan bantuan, termasuk hibah dan donasi, diharapkan dapat menutupi celah yang tidak dapat dijangkau oleh mekanisme anggaran pemerintah yang lebih kaku.
“Contoh hal yang kecil saja. Misalkan ada warga yang membutuhkan kursi roda. Nah itu kalau mengandalkan dari Dinas Sosial tidak bisa serta-merta, CPCL-nya harus diajukan satu tahun sebelumnya. Nah kalau kasus seperti itu kita bisa minta bantuan di-backup oleh LKS,” paparnya.
Untuk mematangkan draft, Pansus berencana menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk puluhan LKS yang terdata.
“Kita ada petahapan bagaimana melibatkan mereka, mengundang mereka,” ujar Iman.
Tantangan dan Target Penyelesaian
Iman mengakui bahwa proses penyusunan menghadapi tantangan waktu, terutama karena memasuki akhir tahun dengan padatnya agenda legislatif. Target awal penyelesaian dalam tiga bulan kerja mungkin sulit tercapai.
“Karena sekarang memasuki jelang akhir tahun… akhir November ini kita kaitkan dengan Badan Anggaran. Maka ya, ini intinya kita maksimalkan. Kalau melihat dari jadwal fasilitasi provinsi itu 24 November atau 30, kayaknya kita nggak kekejar,” ujarnya.
Oleh karena itu, strategi yang diambil adalah menyelesaikan hal-hal prinsip hingga akhir tahun 2025.
“Kemudian nanti untuk menyisir dan finishing-nya kita nyeberang tahun. Tapi mudah-mudahan bisa ya segera diselesaikan,” harap Iman.
Untuk memastikan kualitas Raperda, rencananya akan dilakukan kunjungan kerja dan komunikasi dengan pemerintah provinsi dan kementerian terkait. Proses penyusunan Raperda pengganti ini menandai komitmen Pemkot dan DPRD Kota Bandung untuk menciptakan regulasi kesejahteraan sosial yang lebih relevan, efektif, dan mampu menjawab tantangan kekinian. ***

















