BANDUNG, journalbroadcast.co — Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung menerima audiensi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DPC Kota Bandung guna memperkuat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual. Audiensi berlangsung di Ruang Badan Musyawarah DPRD Kota Bandung, Kamis (11/12/2025).
Hadir dalam pertemuan tersebut Pimpinan DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., Ketua Pansus 14 Radea Respati Pramudhita, serta Anggota Pansus 14 Agus Hermawan, S.A.P., Nina Fitriana Sutadi, S.I.P., M.I.P., Yoel Yosaphat, S.T., Muhammad Reza Panglima Ulung, dan Elton Agus Marjan, S.E.
Pimpinan DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya mengapresiasi kontribusi Pansus 14 dan Peradi dalam pembahasan raperda tersebut. Menurutnya, masukan dari Peradi sangat penting, terutama terkait koreksi materi dan penggunaan diksi dalam draf raperda.
“Banyak sekali masukan, bahkan koreksi, yang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan raperda ini sebelum nantinya ditetapkan menjadi perda,” ujar Edwin.
Ia juga meminta agar Peradi terus dilibatkan dalam pembahasan lanjutan, mengingat keahlian para advokat sangat relevan dengan substansi hukum yang sedang digodok.
“Tadi juga disampaikan ada beberapa diksi yang kurang tepat. Itu hal yang wajar dalam proses pembahasan raperda. Ke depan bisa dilakukan penyesuaian, baik perubahan judul, penambahan, maupun pengurangan pasal sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pansus 14 DPRD Kota Bandung Radea Respati Pramudhita menegaskan bahwa pandangan hukum dari Peradi sangat dibutuhkan untuk memperkuat landasan regulasi tersebut.
“Kami membutuhkan aspirasi, petunjuk, serta pandangan penegakan hukum dari Peradi. Kami menunggu apa saja yang dapat disampaikan kepada kami,” katanya.
Radea menambahkan, masukan dari dinas terkait, masyarakat, dan para ahli hukum menjadi bagian penting dalam proses penyusunan raperda. Ia berharap Peradi dapat memberikan pandangan terkait isu-isu krusial, seperti potensi aturan yang bersifat diskriminatif, definisi penyimpangan seksual yang harus dirumuskan secara jelas, serta upaya mencegah propaganda dan normalisasi perilaku seksual menyimpang.
“Raperda ini penting sebagai upaya menekan risiko penyebaran perilaku seksual berisiko, termasuk agar Kota Bandung tidak lagi berada pada posisi tinggi dalam kasus HIV,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Peradi DPC Kota Bandung Deden R. Aquariandi menyatakan dukungan penuh terhadap pembentukan raperda tersebut dan mendorong agar segera disahkan agar memiliki kekuatan hukum tetap.
Selain mendukung percepatan pembahasan, Peradi juga menyatakan kesiapan untuk terlibat dalam tahap pasca-penetapan, termasuk melalui sosialisasi dan upaya aktif lainnya guna mendukung implementasi perda.
“Setelah ditetapkan, kami siap menyosialisasikannya dan melakukan upaya-upaya aktif untuk mendukung pelaksanaannya,” katanya.
Terkait urgensi raperda, Deden menilai regulasi ini sangat dibutuhkan. Berdasarkan data yang ada, Jawa Barat disebut memiliki angka kasus LGBT tertinggi, dengan Kota Bandung menjadi salah satu wilayah yang terdampak.
“Raperda ini sangat urgent. Data menunjukkan Jawa Barat memiliki angka LGBT tertinggi, dan Kota Bandung termasuk di dalamnya. Dampaknya memicu berbagai penyimpangan yang perlu segera ditangani,” ujarnya. *red




















