Bandung, JB -||- Ditanya Soal Anggaran Ratusan Miliaran Rupiah, Sekretariat DPRD Jabar Kangkangi UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Padahal ada ancaman pidana dan denda bila menghambat akses informasi.
Dosen Akuntansi Unpad Syaiful Anas SE MSc mengatakan akses publik untuk mendapatkan informasi tidak boleh dihambat. Terlebih ada undang-undang yang mengatur itu, yaitu UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP.
UU itu ternyata belum sepenuhnya dipahami oleh Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Barat.
“Kenapa pejabat di Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Barat masih seperti itu. Pejabat itu, nggak boleh alergi dengan wartawan,” katanya saat dihubungi wartawan via telepon selularnya, Rabu 8 Maret 2023.
Syaiful berkata demikian, karena kaget saat mengetahui Sekwan DPRD Jabar Ida Wahida ternyata tidak mendukung UU No14/2008 tidak terkecuali bawahannya, Kabag Persidangan dan Perundang-undangan Iis Rostiasih dan Kasubag Humas Protokol dan Publikasi M Hafidz.
“Saya baca beritanya lo, beritanya ada di media online,” ungkapnya.
Terlebih Kabag Persidangan dan Perundang-undangan itu.
“Kalau dia lebih tahu, seharusnyakan dijelaskan kepada wartawan yang bertanya,” tambahnya.
Humasnya juga, yang ikut dalam wawancara itu, kok diam saja.
“Dia ditunjuk jadi humas itukan seharusnya dia paham komunikasi. Masa dia diam saja, tidak ikut memberikan pejelasan,” katanya lagi.
Soal dua mata anggaran, yang per-mata anggaran nilainya ratusan miliar, Syaiful menjelaskan, seharusnya Sekretariat DPRD Jabar membeberkan saja secara detail, jangan menghindar, jangan bersembunyi di balik penjelasan teknis.
“Pembahasan mata anggarannya apa saja, anggarannya buat apa saja,” ungkapnya.
Mata anggaran yang dimaksud adalah, Anggaran pembahasan kerjasama daerah TA 2023 sebesar Rp154 miliar lebih dan anggaran penyusunan bahan komunikasi dan publikasi TA 2023 sebesar Rp113,1 miliar.
Soal apakah mata anggaran itu, harus ditulis singkat dan padat atau bisa detail, Syaiful mengatakan harus detail, harus ada penjabarannya.
“Iya. Harus detail, harus ada penjabaran. Kalau sekarangkan, penganggaran itu melalui yang namanya SIPD (sistem informasi perencanaan daerah),” ungkapnya.
Di SIPD itu, terang Syaiful, jelas semua, sudah ada mata anggarannya, bahkan standar biayanya juga sudah ada.
“Sebenarnya itu, di SIPD sudah ada semuanya. Tinggal disampaikan saja kepada wartawan yang bertanya, sebab masyarakat juga perlu tahu itu.
Duit pajak, yang diberikannya ke daerah dipergunakan buat apa saja,” katanya.
“Apalagi kalau beliau bilang. Saya lebih tahu. Ya, ibu memang lebih tahu. Ya kalau memang lebih tahu, ya seharusnya dijelaskan, jangan sembunyi dengan penjelasan teknis,” kritiknya lagi.
Syaiful menjelaskan ini lagi, karena dia ingin, para pejabat patuh pada UU No.14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“Paradigma pejabat itu, sudah seharusnya diluruskan, bahwa dana publik itu, masyarakat perlu tahun, itukan dana masyarakat,” katanya.
Soal pengawasan Syaiful mengatakan Irjen atau Inspektorat, Anggota Dewan, BPK dan KPK punya tugas untuk melakukan pengawasan terhadap anggaran yang dikelola pengguna anggaran (PA).
“Untuk pengawasan, Inspektorat, Anggota Dewan, BPK dan KPK perlu mempertanyakan anggaran itu ke sekwan. Mempertanyakan kebenarannya untuk mencari tahu informasi,” katanya.
Terlebih, jelas Syaiful, itu memang sudah tugas mereka.
“Seharusnya tanpa ada pertanyaan dari pengawasan pun, Sekretariat DPRD Provinsi Jabar bisa menjelaskan saat ada masyarakat yang bertanya, apalagi pertanyaan mereka, diwakilkan oleh wartawan,” bebernya.
“Bila ada yang tidak wajar, baru nanti bisa diawasi oleh BPK, KPK,” pungkasnya.
Sekretariat DPRD Jabar kembali kanggaki UU No.14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Hal ini dikatakan, karena Sekwan DPRD Jabar Ida Wahida kembali tidak membalas pertanyaan wartawan yang bertanya soal anggaran penyusunan bahan komunikasi dan publikasi sebesar Rp113,1 miliar.
Kelakuan yang sama juga dipertunjukkan oleh Kasubag Humas Protokol dan Publikasi M Hafidz SH.
Pertanyaan yang dilayangkan Rabu 8 Maret 2023 siang, hingga berita ini ditulis, belum juga dibalas. ***