BANDUNG, journalbroadcast.co — Fraksi Partai Gerindra, menyampaikan Pandangan Umum terhadap Penjelasan Wali Kota Bandung tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD T.A. 2023, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung, Jumat, (28/06/2024).
Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., serta dihadiri oleh Anggota DPRD Kota Bandung, dan juga Plh Sekda Kota Bandung Hikmat Ginanjar.
Fraksi Gerindra mencatat kondisi perekonomian kota Bandung, yaitu: pertama, ekonomi makro dari sisi laju pertumbuhan ekonomi (LPE) tahun 2023 tercantum 5,07% mengalami perlambatan dari tahun 2022 sebesar 5,41% masih mendekati kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 pada kisaran angka 5,2%.
Kedua, tingkat inflasi kota Bandung tahun 2022 terkoreksi drastis dari 7,45% menjadi 0,63% tahun 2023 menunjukkan angka signifikan dari kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 di kisaran 2,8%.
Ketiga, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Bandung mencapai 83,04 poin yang terus konstan naik sekitar 0,54 poin setiap tahun sejak tahun 2019. Angka IPM tersebut jauh diatas kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 di antara 73,99 – 74,02 poin.
Keempat, presentase angka kemiskinan adalah 3,96% mengalami penurunan dari tahun 2022 sebesar 4,25% namun masih jauh dari kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 di antara angka 0 sampai 1.
Kelima, tingkat pengangguran terbuka tahun 2023 turun menjadi 8,8% dari tahun 2022 sebesar 9,5% meski cukup jauh di atas kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 di antara 5,0-5,7%.
Dan keenam, Gini Rasio tahun 2023 berada pada posisi yang sama dengan tahun 2022 adalah 0,459 jauh di atas kesepakatan Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2024 di antara 0,374-0,377.
Fraksi Partai Gerindra memaknai bahwa keenam indikator ekonomi makro tersebut terjadi anomali, disharmoni atau tidak sinkron, mohon dikoreksi bila pemahaman atau asumsi kami salah atau tidak tepat. Tiga indikator ekonomi, yaitu: Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak mampu mendegradasi tiga indikator ekonomi lainnya, yaitu kemiskinan dan pengangguran, serta Rasio Gini.
Dari indikator kemiskinan, kami tidak dapat menemukan jumlah pasti angka kemiskinan ekstrem dari 3,96%. Tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia saat ini mencapai 1,12 persen (BPS, Maret 2023). Secara global, kemiskinan ekstrem pada tahun 2022 mencapai 8,4 persen dari total penduduk dunia dan berdasarkan proyeksi Bank Dunia (November 2022), maka target global sebesar 3% pada tahun 2030 diperkirakan tidak akan tercapai.
Menurut Bank Dunia (2022), penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak lebih dari USD1,9 PPP (Purchasing Power Parity) per hari atau sekitar Rp870.000 per kapita per bulan (asumsi kurs 1 USD sama dengan Rp15.000). Atau rilis Credit Suisse Global Wealth Databook dan Bank Dunia (Prabowo Subianto, 2022) yang menyatakan bahwa 27%-43% anak Indonesia gagal tumbuh yang mendapatkan skor 21,9 dalam indeks kelaparan global sebagai salah satu negara tertinggi di dunia setara dengan Kamerun dan Namibia yang lebih miskin; 13,75 juta (5,1%) orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dan sekitar 100 juta (40%) penduduk Indonesia masuk ke kategori rentan miskin.
Kemiskinan ekstrem ini berkorelasi sangat kuat terhadap penurunan angka pengangguran terbuka. Sementara pada angka Rasio Gini 0,459 kami memaknainya bahwa 1% orang terkaya menguasai hampir 46% kekayaan dari total kekayaan kota Bandung, di mana terjadi ketimpangan distribusi dan tidak terjadi pemerataan kekayaan.
Fraksi Partai Gerindra mengapresiasi terjadi signifikansi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 8,66% atau Rp241.052.841.07 (dua ratus empat puluh juta lima puluh dua ribu delapan ratus empat puluh satu koma nol tujuh rupiah) menjadi Rp3.024.463.867.290,82 (tiga trilyun dua puluh empat milyar empat ratus enam puluh tiga juta delapan ratus enam puluh tujuh ribu dua ratus sembilan puluh koma delapan puluh dua rupiah) sampai 31 Desember 2023 yang diperoleh dari kenaikan pendapatan pajak daerah sampai 31 Desember 2023 sebesar Rp. 2370.492.674.966,39 (dua trilyun tiga ratus tujuh puluh milyar empat ratus sembilan puluh dua juta enam ratus tujuh puluh empat ribu sembilan ratus enam puluh enam koma tiga puluh sembilan rupiah) mengalami kenaikan sebesar Rp162.797.975.179,05 (seratus enam puluh dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tujuh juta sembilan ratus tujuh puluh lima ribu seratus tujuh puluh sembilan koma nol lima rupiah) atau 7,37%. Pendapatan operasional (LO) pun mengalami peningkatan 6,60% atau Rp433.220.510.642,65 (empat ratus tiga puluh tiga milyar dua ratus dua puluh juta lima ratus sepuluh ribu enam ratus empat puluh dua koma enam puluh lima rupiah) dengan total Rp6.994.888.179.619,70 (enam trilyun sembilan ratus sembilan puluh empat milyar delapan ratus delapan puluh delapan juta seratus tujuh puluh sembilan ribu).
Kondisi makro ekonomi kota Bandung 2024 akan optimis dan realistis dengan senantiasa menjadi instrumen yang sehat dan berkelanjutan dalam menyokong fundamental perekonomian dan menunjang berbagai program transformasi ekonomi inklusif yang telah ditetapkan bersama antara pemerintah kota Bandung dan DPRD, sehingga bisa mengakselerasi peningkatan APBD di tahun-tahun mendatang.
Sasaran dan indikator tahun 2024 semoga menjadi target pada level yang lebih baik dengan penurunan tingkat pengangguran yang didukung oleh berbagai program perlindungan sosial dari Pemerintah kota Bandung dapat menurunkan tingkat kemiskinan, memperbaiki rasio gini, meningkatkan kualitas, dan daya saing SDM yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai IPM. Kebijakan fiskal tahun 2024 dapat ditempuh melalui optimalisasi tiga fungsi utama APBD, yaitu alokasi, distribusi, stabilisasi. ***